Monday, September 30, 2019
Chicago-area medical equipment cleaning plant won't reopen - Associated Press
Chicago-area medical equipment cleaning plant won't reopen - Associated Press
Read More
Is My Plant Hobby Bad for the Environment? - The Cut
Is My Plant Hobby Bad for the Environment? - The Cut
Read More
Plant extinctions are shaking Earth’s green foundation - National Geographic
Plant extinctions are shaking Earth’s green foundation - National Geographic
Read More
Setelah Lampu Mati dan Misteri Kematian Tanpa Pusara DN Aidit
Liputan6.com, Jakarta - Malam semakin larut, namun Ilham Aidit tidak kunjung bisa memejamkan matanya. Bocah enam tahun itu hanya membolak-balikkan badannya di atas ranjang. Deru mesin jip dan derap sepatu yang mendekat ke rumahnya semakin membuat Ilham terjaga.
Dia kemudian mendengar derik suara pintu dibuka. Ilham menangkap suara ibunya dengan nada tinggi berbicara dengan tamu yang datang. Karena penasaran, Ilham kecil merosot dari ranjang ibunya dan mengendap-endap ke ruang depan.
Ilham tak ingat seluruh pembicaraan ibunya dan tamu yang datang. Yang masih terlintas malam itu, 30 September 1965, Ilham kecil melihat ibunya membentak dua orang berseragam militer warna biru di depan rumahnya. "Ini sudah malam!"
"Maaf, tapi ini darurat. Kami harus segera," jawab tamu tak diundang itu.
Dengan kesal, perempuan itu menuruti kemauan tamu dan memanggil suaminya di ruang kerja. Dia adalah Dipa Nusantara Aidit atau yang dikenal DN Aidit, pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI). Ilham yang kepergok berada di ruang tengah ikut didamprat.
"Kamu, anak kecil, tidur kamu. Sudah malam begini masih kelayapan." Namun Ilham tidak bergerak dan memilih bertahan di ruang tengah rumahnya.
Ilham mendengar kedua orangtuanya berdebat. DN Aidit kemudian keluar menemui tamu. Tak lama berselang, dia kembali ke kamar memasukkan beberapa pakaian dan buku ke dalam tas. Ia sempat terlihat ragu. Ilham melihat ayahnya meletakkan tas dan kembali ke ruang depan berbicara sekilas dengan penjemputnya. Aidit lalu kembali ke kamar dan ribut dengan Soetanti, istrinya.
"Ibu ngotot minta ayah tak usah berangkat ke istana malam-malam," kata Ilham dikutip dari Seri Buku Tempo: Orang Kiri Indonesia berjudul Aidit Dua Wajah Dipa Nusantara.
Namun Aidit tetap pergi. Sebelum meninggalkan rumah, dia mencium kening istrinya. Aidit juga mengangkat tubuh kecil Ilham dan mengusap rambutnya. Kepada adiknya bernama Murad Aidit yang tinggal di rumahnya, pentolan PKI itu berpesan agar mengunci pagar.
"Matikan lampu depan," perintah Aidit kepada Murad.
Sejak saat itu, DN Aidit tak pernah kembali lagi. Ke mana saja Aidit pergi malam itu dan apa yang dilakukan masih belum ada jawaban yang pasti hingga kini.
Kesaksian Mayor Udara Sudjono di Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub), dialah yang menjemput Aidit di rumahnya, bukan pasukan Cakrabirawa. Lalu dibawa ke rumah Syam Kamaruzzaman, Kepala Biro Chusus PKI yang dibentuk Aidit tanpa sepengetahuan pimpinan pusat PKI lainnya. Di kawasan Jalan Salemba, Jakarta Pusat itu, sudah menunggu sejumlah anggota Biro Chusus PKI.
Menurut Victor Miroslav Fic, penulis buku Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi tentang Konspirasi, di rumah Syam, Aidit melakukan cek akhir Gerakan 30 September atau G30S. Aidit rencananya menemui Soekarno di rumah Komodor Susanto di Halim Perdanakusuma.
Skenarionya, Aidit akan memaksanya membersihkan Dewan Jenderal, lalu memintanya mengundurkan diri dari jabatan presiden. Namun pertemuan dengan Bung Karno gagal. Aidit lalu mengutus Brigjen Supardjo menemui Soekarno.
Versi surat Aidit yang ditulis dalam pelariannya 6 Oktober 1965, malam itu ia dijemput pasukan Cakrabirawa untuk rapat darurat kabinet di Istana Negara. Tapi dia malah dibawa ke Jatinegara dan Lanud Halim Perdanakusuma. Di sana, Aidit ditempatkan di rumah kecil dan diberi tahu akan ada penangkapan terhadap anggota Dewan Jenderal.
Esok harinya, Aidit mendapat kabar Soekarno memberikan restu terhadap penyingkiran Dewan Jenderal. Lalu Aidit diminta terbang ke Yogyakarta --lokasi yang dianggap tepat untuk pemerintahan sementara-- untuk mengatur kemungkinan mengevakuasi Soekarno.
Tidak jelas versi mana yang lebih benar. Hingga kini tidak ada kejelasan apa yang terjadi pada Aidit setelah dia memerintahkan Murad mematikan lampu depan rumahnya. Pihak keluarga bahkan baru tahu beberapa tahun kemudian bahwa Aidit pernah dibawa ke Halim Perdanakusuma. Sisanya masih gelap.
Pelarian Aidit dan Senyum Soeharto
Dari Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Aidit bertolak ke Yogyakarta. Dia tiba di Lanud Adi Sutjipto, Yogyakarta pada 2 Oktober 1965 dini hari. Angkatan Udara menangkap kedatangan Aidit sebagai utusan negara dan menawarkan mengantarkannya ke Kepala Daerah Yogyakarta Sri Paku Alam, tapi Aidit memilih pergi ke pimpinan PKI di daerah tersebut.
Dalam sehari, Aidit rapat bersama kader-kader PKI di Yogyakarta, Semarang, dan Solo. Di Yogyakarta, Aidit bertemu petinggi partai dan memutuskan bahwa PKI setempat akan melancarkan aksi-aksi massa untuk membela Presiden Soekarno.
Di Semarang, Aidit bergabung dengan pimpinan PKI Jawa Tengah yang mengadakan rapat darurat. Rapat menghasilkan sikap politik yang menyatakan bahwa Gerakan 30 September adalah masalah internal Angkatan Darat. PKI tidak ada sangkut pautnya dengan gerakan itu. Tugas utama partai adalah melakukan konsolidasi.
Berlawanan dengan Semarang, rapat di Solo justru mendukung operasi Gerakan 30 September. Pertemuan yang dihadiri Wali Kota Solo Utomo Ramelan itu menyatakan, PKI harus melancarkan perjuangan bersenjata untuk mendukung gerakan Letkol Untung merebut kekuasaan pemerintah setempat.
Perbedaan keputusan inilah, menurut Victor Miroslav Fic dalam bukunya Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi tentang Konspirasi, menjadi pemicu pendukung PKI terbelah menjadi golongan radikal dan moderat. Namun yang juga menjadi belum jelas dalam rangkaian peristiwa itu adalah bagaimana Aidit bisa mengadakan rapat di tiga kota dalam waktu sehari.
Dalam keadaan genting ini, politbiro PKI bertemu di Blitar, Jawa Timur pada 5 Oktober 1965. Pertemuan di Blitar simpang siur karena para elite PKI masih di Jakarta dan sibuk menyelamatkan diri. Menurut Victor, memang tidak semua elite PKI hadir di Blitar. Selain Aidit, hanya ada MH Lukman, Wakil Ketua I CC PKI yang juga Wakil Ketua DPR Gotong-royong.
Dalam surat tertanggal 6 Oktober 1965 yang diyakini ditulis di Blitar, Aidit menyampaikan peristiwa 30 September versinya. Dia menceritakan penjemputan terhadapnya oleh pasukan Cakrabirawa, dibelokkan ke Halim Perdanakusuma, hingga dikirim ke Yogyakarta.
Aidit juga menulis 6 poin usulan menyelesaikan krisis politik akibat penculikan dan pembunuhan para jenderal. PKI tetap beranggapan bahwa peristiwa itu merupakan persoalan internal di tubuh Angkatan Darat. Aidit mengaku tidak tahu sebelumnya soal gerakan itu. Kepada Soekarno, Aidit mengusulkan agar peristiwa itu diselesaikan presiden secara politik.
Di tengah gencarnya perburuan terhadap tokoh dan simpatisan PKI yang dilakukan pasukan Soeharto, Aidit masih sempat mengeluarkan instruksi. Salah satu instruksinya dibuat pada 10 November 1965, Aidit menyampaikan wasiat setelah melihat perkembangan keadaan.
Merujuk buku wartawan TVRI Hendro Subroto, Dewan Revolusi PKI: Menguak Kegagalannya Mengkomuniskan Indonesia, Aidit mengakui kerusakan pada partainya akibat G30S, meski semua sudah diperhitungkan. Surat wasiat itu juga mengisyaratkan kemungkinan Aidit mencari perlindungan ke RRC. Surat itu juga mengisyaratkan optimisme bahwa Sosro--yang diyakini sebagai nama samaran Soekarno--belum meninggalkan PKI.
Dalam sidang kabinet terakhir Kabinet Dwikora 6 Oktober 1965, Soekarno bisa meyakinkan kabinet untuk menerima usul Aidit. Tapi perkembangan yang terjadi justru berujung pada kekalahan PKI. Selang 12 hari setelah berkirim surat wasiat, nasib Aidit berakhir di tangan anak buah Komandan Brigif IV Kodam Diponegoro Kolonel Yasir Hadibroto.
Yasir, dalam Kompas edisi 5 Oktober 1980, menuturkan, Mayjen Soeharto menyebut yang melakukan pemberontakan G30S adalah anak-anak PKI yang pernah memberontak di Madiun pada 1948. Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Pangkostrad merangkap Panglima Kopkamtib memerintahkan Yasir membereskan semua. Disebutkan pula, DN Aidit sedang berada di Jawa Tengah.
Brigif IV sebenarnya tengah melakukan operasi di Kisaran, Sumatera Utara. Namun mereka kembali ke Jakarta setelah mendengar peristiwa 30 September 1965. Di hari pertemuan itu, 2 Oktober 1965, tentara telah memburu orang-orang PKI yang dituduh terlibat dalam peristiwa G30S. Namun DN Aidit, pucuk pimpinan PKI menghilang.
Atas perintah Soeharto, Yasir dan pasukan pun berangkat ke Solo. Di sana, mereka bertemu Sri Harto, orang kepercayaan pimpinan PKI sedang meringkuk di sel tahanan. Dia dilepas untuk mencari keberadaan Aidit. Hanya beberapa hari, Harto melapor Aidit berada di Kloco dan akan segera pindah ke Desa Sambeng belakang Stasiun Balapan pada 22 November 1965.
Operasi pun dimulai. Sekitar pukul 9 malam, Letnan Ning Prayitno memimpin pasukan Brigif IV menggerebek rumah milik bekas pegawai PJKA itu. Yasir memantau dari jauh. Para tentara menemukan Aidit tengah bersembunyi di balik lemari di salah satu sudut rumah. Aidit kemudian dibawa ke markas mereka di Loji Gandrung.
Malam itu juga Yasir menginterogasi Aidit. Kabarnya, pentolan PKI itu membuat pengakuan tertulis setebal 50 halaman. Isinya antara lain, hanya dia yang bertanggung jawab atas peristiwa G30S. Namun sayang, menurut Yasir, Pangdam Diponegoro kemudian membakar dokumen itu.
Menjelang dini hari Yasir kebingungan karena Aidit berkali-kali minta bertemu Soekarno. Namun Yasir tidak mau. "Jika diserahkan kepada Bung Karno, pasti akan memutarbalikkan fakta sehingga persoalannya akan jadi lain," kata Yasir dikutip Abdul Gofur dalam bukunya, Siti Hartinah Soeharto: Ibu Utama Indonesia.
Akhirnya pada pagi buta, Yasir membawa Aidit meninggalkan Solo ke arah barat menggunakan iring-iringan tiga jip. Aidit yang diborgol berada di jip terakhir bersama Yasir. Saat terang, rombongan itu tiba di daerah Boyolali. Tanpa sepengetahuan dua jip pertama, Yasir berbelok masuk ke Markas Batalion 444.
"Ada sumur?" tanya Yasir kepada Komandan Batalion 444 Mayor Trisno. Trisno kemudian menunjuk sebuah sumur tua di belakang rumahnya.
Yasir membawa tahanannya ke tepi sumur tua. Dia mempersilakan Aidit mengucapkan pesan terakhir, namun Ketua Comite Central (CC) PKI itu justru pidato berapi-api. Hal itu membuat Yasir dan anak buahnya marah. Dan, dor! Timah panas menembus dada tubuh gempal Aidit. Menteri Koordinasi sekaligus Wakil Ketua MPRS itu tewas dan terjungkal masuk sumur pada 23 November 1965.
24 November 1965 pukul 3 sore, Yasir bertemu Soeharto di Gedung Agung, Yogyakarta. Setelah melaporkan tugas, sekaligus keputusannya membunuh Aidit, sang kolonel memberanikan diri bertanya kepada sang jenderal. "Apakah yang Bapak maksudkan dengan bereskan itu seperti sekarang ini, Pak?" Soeharto tersenyum.
Ada beberapa versi tentang cerita akhir hidup DN Aidit. Selain tewas ditembak di sumur tua, versi lain menyebut Aidit diledakkan bersama-sama dengan rumah tempat ia ditahan. Betapapun juga, sampai sekarang tidak diketahui secara pasti di mana jenazahnya dimakamkan.
Kematian Tanpa Pusara Sang Muazin
Selain kematiannya, kelahiran Aidit pun bermacam-macam versi. Beberapa mengatakan Aidit kelahiran Medan, 30 Juli 1923 dengan nama lengkap Dja'far Nawi Aidit. Keluarga Aidit konon berasal dari Maninjau, Sumatra Barat yang pergi merantau ke Belitung. Namun banyak masyarakat Maninjau tidak pernah mengetahui dan mengakui hal itu.
Versi lain menyebut, DN Aidit lahir di Jalan Belantu 3, Pangkallalang, Belitung pada 30 Juli 1923 dengan nama Achmad Aidit --ia biasa disapa Amat oleh orang-orang yang akrab dengannya. Anak sulung pasangan Abdullah Aidit dan Mailan ini lahir di lingkungan yang religius. Dia berasal dari keluarga berada, kakek dari ayah adalah pengusaha yang cukup berhasil sedangkan ibu dari keluarga ningrat sekaligus tuan tanah di Pulau Belitung.
Berasal dari keluarga berada, Aidit mudah bergaul dengan siapa saja. Aidit mendapat pendidikan dalam sistem kolonial Belanda. Sepulang sekolah, Aidit dan adik-adiknya belajar mengaji ke paman mereka. Orang-orang di Belantu juga mengenal Aidit sebagai tukang azan atau muazin.
Seperti daerah-daerah di Indonesia saat itu, Belitung juga belum memiliki pengeras suara untuk azan. "Karena suara Bang Achmad keras, dia kerap diminta mengumandangkan azan," kata Murad Aidit.
Achmad Aidit memiliki tiga adik kandung yakni Basri Aidit (1925-1992), Ibrahim Aidit (1926, usianya tak sampai sehari), Murad Aidit (1927-2008), serta dua adik tiri yakni Sobron Aidit (1934-2007) dan Asahan Aidit (lahir 1938). Achmad Aidit memiliki lima anak yakni Ibaruri Putri Alam (1949), Ilya Aidit (1951), Iwan Aidit (1952), serta si kembar Ilham Aidit dan Irfan Aidit (1959).
Achmad banyak berubah sejak ia hijrah ke Jakarta di usia 13 tahun. Dia melanjutkan studi di Batavia dan aktif di sejumlah organisasi kepemudaan. Hingga akhirnya dia terjun ke politik, mengenal PKI, dan mengubah namanya menjadi Dipa Nusantara Aidit. Di usianya yang masih muda, dia mampu menjadi pemimpin tertinggi PKI dan membesarkan partainya.
Namun karir cemerlang dan hidupnya berakhir setelah peristiwa berdarah 30 September 1965. DN Aidti diburu dan hingga kini jenazahnya masih misteri.
Sumur tua di bekas Markas Batalion 444 di Boyolali kini tak terlihat lagi. Hamparan tanah berkerikil di dekat gedung tua itu kini ditumbuhi labu siam, ubi jalar, serta pohon mangga dan jambu biji di kanan-kirinya. Meski tak berbekas, banyak orang meyakini di sepetak halaman itu pernah ada sumur tua, tempat jasad DN Aidit terkubur. Salah satunya Mustasyar Nahdlatul Ulama (NU) Boyolali, Tamam Saemuri (lahir 1936).
Pada suatu malam di tahun berdarah 1965, Tamam muda pernah bertemu Kolonel Yasir Hadibroto dalam sebuah rapat. Saat itu Tamam aktif di Gerakan Pemuda Ansor NU, organisasi yang banyak terlibat 'operasi pembersihan'. Kepada Tamam, Yasir mengumumkan pasukannya telah menembak mati DN Aidit. "Dia diberondong senapan AK sampai habis 1 magasin," kata Tamam.
Sejumlah sumber lain membenarkan cerita Tamam. Setelah puluhan tahun, cerita itu sampai juga ke telinga putra DN Aidit, Ilham. Sekitar tahun 2000, Ilham memutuskan sendiri datang ke lokasi diduga pusara ayahnya. Saat itu, dia hanya berbekal sepotong informasi dari koran bahwa ayahnya tewas ditembak di Boyolali.
"Sejak lulus kuliah sampai 1998, saya selalu mencari kuburan Ayah dengan sembunyi-sembunyi," katanya akhir September 2007.
Menemukan makam Aidit bukan perkara mudah, bahkan bagi anaknya. Ada upaya sistematis untuk membuat peristirahatan pentolan PKI itu dilupakan. Sumur tua itu misalnya, sampai dua kali diuruk setelah November 1965. Kompleks markas Batalion 444 juga dibongkar dan kini hanya menyisakan gedung tua yang digunakan sebagai mes pegawai Kodim Boyolali.
Batalion 444 dikenal sebagai kesatuan tentara prokomonis. Salah satu komandan kompinya yakni Letkol Untung Syamsuri yang kemudian memimpin operasi penculikan sejumlah jenderal pada malam 30 September 1965.
Pencarian Ilham baru berbuah setelah dia dihubungi lembaga swadaya masyarakat lokal Boyolali. LSM itu menerima informasi dari sumber-sumber kredibel yang terlibat langsung dalam pembunuhan anggota PKI saat itu. Sumber-sumber di Boyolali membenarkan, lokasi itu tempat jasad DN Aidit ditimbun tanah.
Tak sampai 100 meter dari halaman yang disebut bekas sumur tua, ada lokasi lain yang disebut berkaitan dengan kematian Aidit. Di sanalah, konon, pucuk pimpinan PKI itu ditembak mati. Pekarangan itu bagian dari satu rumah berarsitektur tua yang sekarang menjadi gedung Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah.
"Jadi, setelah ditembak di sana, baru jenazahnya dimasukkan ke sumur sebelahnya," kata Ilham kepada Tempo.
Ketika akhirnya berdiri di samping pusara ayahnya pada 2003 lalu, Ilham mengaku tak kuasa menahan getaran hatinya. "Naluri saya mengatakan memang di sinilah tempatnya," katanya tercekat.
Ilham yang menyaksikan detik-detik DN Aidit dijemput 'tamu tak diundang' pada malam 30 September 1965 itu mengaku memendam keinginan untuk menguburkan jenazah ayahnya ke tempat yang lebih layak. "Tapi mungkin belum bisa sekarang," katanya pelan. "Kami harus bersabar."
Saksikan juga video menarik berikut ini:
https://ift.tt/2nermIn
October 01, 2019 at 07:34AM from Berita Terkini, Kabar Terbaru Hari Ini Indonesia dan Dunia - Liputan6.com https://ift.tt/2nermIn
via IFTTT
Masih Direhabilitasi, Jefri Nichol Berharap Bisa Dubbing Habibie dan Ainun 3
Liputan6.com, Jakarta Saat ini Jefri Nichol masih menjalani masa rehabilitasi di RSKO Cibubur, Jakarta Timur. Aktor berusia 20 tahun ini berharap bisa menjalani rehabilitasi rawat jalan.
Keinginan Jefri Nichol tentu bukan tanpa alasan. Dengan rehabilitasi rawat jalan, pemain film Dear Natahan ini ingin bisa bekerja kembali.
"Pasti akan meringankan banget kalau rawat jalan. Karena pengin balik kerja, berkarya lagi," kata Jefri Nichol di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (30/9/2019).
Salah satu pekerjaan yang bakal dilakukan bila permohonannya dikabulkan adalah melakukan dubbing. Ia dijadwalkan dubbing untuk film terbarunya, Habibie & Ainun 3.
"Ya doain semoga putusannya rawat jalan, saya siap dubbing. Mama bilang Hanung mau dubbing," tutur Jefri Nichol.
Permohonan
Ibunda Jefri Nichol, Junita Eka Putri sempat mengatakan kepada anaknya bahwa Hanung Bramantyo sebagai sutradara sempat meminta permohonan dubbing ke pihak RSKO Cibubur.
Sementara itu, sidang kasus narkoba Jefri Nichol kembali digelar pada Senin (30/9/2019) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang beragendakan mendengar kesaksian dari pihak RSKO dan BNNP DKI Jakarta.
https://ift.tt/2oNpvuD
October 01, 2019 at 07:30AM from Berita Terkini, Kabar Terbaru Hari Ini Indonesia dan Dunia - Liputan6.com https://ift.tt/2oNpvuD
via IFTTT
Hasil Lengkap Liga Inggris Pekan Ketujuh
Liputan6.com, Jakarta - Liga Inggris telah menyelesaikan pekan ketujuh. Sejumlah klub besar sukses meraih poin penuh pada pekan ini.
Liverpool masih menjadi pemuncak klasemen Liga Inggris. Mereka mengoleksi 21 poin dari tujuh laga.
Dalam laga terakhirnya Liverpool menang 1-0 atas Sheffield United. The Reds pun selalu meraih kemenangan dalam tujuh laga pembuka musim ini.
Pesaing terdekat Manchester City juga meraih kemenangan. Mereka mampu mencuri tiga poin dari markas Everton dengan skor 3-1.
Sementara klub papan atas lain yakni Chelsea dan Tottenham juga mampu meraih tiga angka. Masing-masing mengalahkan Brighton dan Southampton.
Berikut hasil Liga Inggris pekan ketujuh selengkapnya:
Hasil Liga Inggris
Hasil Liga Inggris pekan ketujuh
Sheffield 0-1 Liverpool
Bournemouth 2-2 West Ham
Aston Villa 2-2 Burnley
Chelsea 2-0 Brighton & Hove Albion
Crystal Palace 2-0 Norwich
Tottenham 2-1 Southampton
Wolverhampton 2-0 Watford
Everton 1-3 Manchester City
Leicester 5-0 Newcastle
MU 1-1 Arsenal
https://ift.tt/2mr5Obb
October 01, 2019 at 07:30AM from Berita Terkini, Kabar Terbaru Hari Ini Indonesia dan Dunia - Liputan6.com https://ift.tt/2mr5Obb
via IFTTT
自民・下村氏「同性婚も改憲議論の対象に」発言。同性愛公表の議員「これまでに差別発言あり、悪意すら感じる」と反論 - HuffPost Japan
自民・下村氏「同性婚も改憲議論の対象に」発言。同性愛公表の議員「これまでに差別発言あり、悪意すら感じる」と反論 - HuffPost Japan
続きを読む
韓国検察総長、チョ・グク任命前に大統領府に対し「疑惑深刻…任命されれば辞表」(ハンギョレ新聞) - Yahoo!ニュース
韓国検察総長、チョ・グク任命前に大統領府に対し「疑惑深刻…任命されれば辞表」(ハンギョレ新聞) - Yahoo!ニュース
続きを読む
Chicago-area medical equipment cleaning plant won't reopen - CityNews Vancouver
Chicago-area medical equipment cleaning plant won't reopen - CityNews Vancouver
Read More
Helping tobacco plants save water: Implantable organic electronic ion pump enables aba hormone delivery for control of stomata in an intact tobacco plant - Science Daily
Helping tobacco plants save water: Implantable organic electronic ion pump enables aba hormone delivery for control of stomata in an intact tobacco plant - Science Daily
Read More
SK Innovation To Build Battery Plant In China With EVE Energy - InsideEVs
SK Innovation To Build Battery Plant In China With EVE Energy - InsideEVs
Read More
韓国を2段階“格下げ” 河野太郎氏率いる防衛省、白書で決然姿勢 「国益を守る」強い意思示す - ZAKZAK
韓国を2段階“格下げ” 河野太郎氏率いる防衛省、白書で決然姿勢 「国益を守る」強い意思示す - ZAKZAK
続きを読む
自民・下村氏「同性婚も改憲議論の対象に」発言。同性愛公表の議員「これまでに差別発言あり、悪意すら感じる」と反論 - HuffPost Japan
自民・下村氏「同性婚も改憲議論の対象に」発言。同性愛公表の議員「これまでに差別発言あり、悪意すら感じる」と反論 - HuffPost Japan
続きを読む
Mengenal Sape', Alat Musik Khas Dayak yang Dimainkan Atiqah Hasiolan
Liputan6.com, Jakarta - Selain menjalankan aktivitasnya sebagai seorang publik figur dan ibu, Atiqah Hasiolan juga tetap menjalankan beberapa hobinya. Salah satu yang terbaru adalah bermain alat musik.
Bukan alat musik modern seperti piano, biola atau gitar yang dimainkannya, melainkan alat musik tradisional Indonesia. Pada 22 September 2019, istri Rio Dewanto ini mengunggah video dirinya sedang bermain sape'.
Sape' adalah alat musik khas Suku Dayak. Persebaran alat musik ini ada di Pulau Kalimantan hingga Malaysia. Dari video berdurasi 20 detik yang diunggah, dia menuliskan keterangan "am a proud beginner" yang berarti "aku seorang pemula yang bangga".
Diketahui, Atiqah belajar memainkan alat musik yang terbuat dari kayu ini karena sedang berlibur bersama anaknya, Salma, ke Sarawak, Malaysia. Terlihat dia duduk di lantai sambil menyilangkan kaki dan sudah cukup piawai dalam memetik senar yang ada.
Aksinya ini menuai pujian dari warganet dan beberapa selebriti Indonesia. Atiqah dianggap mengenalkan dan melestarikan budaya Indonesia. Beberapa musisi yang turut memujinya adalah Audy Item dan Ariyo Wahab, mereka menuliskan komentar "keren" pada unggahan tersebut.
Dalam salah satu komentar warganet, Atiqah juga membalas dengan mengatakan bahwa dia jatuh cinta dengan alat musik ini.
Sape’, Alat Musik Penyentuh Hati
Konon katanya, sape’ diciptakan oleh seorang pemuda yang selamat dari kecelakaan sampan yang karam dan dia terdampar di sebuah pulau di tengah sungai. Di tengah kesendiriannya, dia tiba-tiba mendengar suara musik yang disinyalir berasal dari dasar sungai. Merasa mendapat ilham dari nenek moyang, pemuda ini mencoba membuat alat musik dengan bunyi yang sama seperti yang dia dengar saat sudah pulang.
Melansir dari Portal Informasi Indonesia, kata sape’ sendiri berasal dari bahasa lokal yang memiliki arti “memetik dengan jari”. Sape' terbuat dari kayu pilihan seperti meranti dan kayu keras lainnya agar lebih tahan lama. Sesuai dengan mitologinya, bentuk sape' juga menyerupai sampan. Biasanya, sape' akan diberi ukiran motif Dayak seperti taring atau kepala burung.
Alat musik ini dimainkan oleh masyarakat Dayak untuk menyatakan perasaan, baik senang maupun sedih. Dikatakan pada zaman dahulu, lantunan musik yang riang dimainkan pada siang hari, sedangkan lantunan musik yang syahdu dimainkan pada malam hari. Dentingan yang indah dari sape’ juga digunakan untuk mengiringi tarian Dayak atau upacara adat.
Pada Dayak Kenyah dan Dayak Kenyaan, terdapat sastra lisan turunan bernama 'Tekuak Lawe'. Sastra tersebut berbunyi "sape benutah tulaang to’awah" yang makna filosofisnya berarti sape’ mampu meremukkan tulang-tulang hantu yang gentayangan. Ungkapan ini ingin menandakan bahwa dentingan suara sape’ dapat membuat menyentuh perasaan hingga membuat orang yang mendengarnya merinding.
Cara memainkan sape’ tak jauh berbeda dengan gitar, yakni dengan dipetik. Bedanya, tidak ada lubang seperti di gitar dan kunci notasi juga jelas berbeda. Terdapat dua jenis sape' yang cukup awam ditemui, yakni sape' dari Dayak Kayaan yang memiliki dua senar. Panjang Sape' Kayaan ini mencapai satu meter dan badannya lebar.
Jenis lainnya adalah Sape' Dayak Kenyah. Ukuran sape' jenis ini lebih besar yakni panjangnya mencapai 1,5 meter dengan badan yang kecil memanjang. Jumlah senarnya juga lebih banyak yaitu tiga hingga lima senar.
Dulunya, senar pada sape' berasal dari serat pohon enau. Tapi, seiring perkembangan zaman, sudah diganti dengan kawat kecil. Kini, sape' juga kerap dimainkan bersama-sama dengan alat musik modern. (Novi Thedora)
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
https://ift.tt/2oH2IQY
October 01, 2019 at 07:03AM from Berita Terkini, Kabar Terbaru Hari Ini Indonesia dan Dunia - Liputan6.com https://ift.tt/2oH2IQY
via IFTTT
Electric Footstep Permudah Akses SUV, Berapa Harganya?
Liputan6.com, Jakarta - Mobil bermodel SUV memiliki kelebihan tampilan gagah dengan ground clearance tinggi. Namun, akses masuk ke SUV tergolong sulit bagi sebagian orang.
Untuk mempermudah akses, Anda bisa melirik aksesori electric footstep. Aksesori ini akan mempermudah akses masuk ke dalam SUV seperti Mitsubishi Pajero Sport, Toyota Fortuner, atau Nissan Terra.
Saat pintu tertutup, electric footstep akan menutup, begitu pintu terbuka maka electric footstep akan ikut terbuka.
Erik Jeo, Operational Manager PT Kramat motor, mengatakan, " Untuk pemasangannya tidak mengubah dudukan aslinya. Footstep bawaannya dilepas, lalu electric footstep ini menggunakan dudukan aslinya."
Untuk harganya, electric footstep ini dibanderol Rp7,5 juta.
Beban Maksimum
Elecric footstep ini terbuat dari material diecast alumunium alloy dengan beban maksimal 300 kg. PT Kramat Motor mengklaim modelnya pun dapat dikustomisasi sesuai dengan permintaan konsumen. Untuk Mitsubishi Pajero Sport, Toyota Fortuner, Toyota Innova terbaru, dan Nissan Terra tidak perlu mengubah braket. " Tidak perlu ada drilling (proses bor) sama sekali," pungkas Erik.
https://ift.tt/2ngqrqL
October 01, 2019 at 07:03AM from Berita Terkini, Kabar Terbaru Hari Ini Indonesia dan Dunia - Liputan6.com https://ift.tt/2ngqrqL
via IFTTT
Kisah Sukitman Lolos dari Eksekusi Mati di Lubang Buaya
Liputan6.com, Jakarta - Sukitman, tampak terjaga pada 30 September 2019 malam. Anggota polisi berpangkat Agen Polisi Dua itu tengah menjalankan tugasnya, menjaga markas Seksi Vm Kebayoran Baru, Wisma AURI di Jalan Iskandarsyah, Jakarta.
Bersama Sutarso, rekannya di kepolisian, Sukitman bersiaga melewati malam. Tak terasa, Sukitman telah melewati hari. 1 Oktober 1965 sekira pukul 03.00 WIB, Sukitman terkejut.
Ternyata, ia mendengar suara rentetan tembakan. Suaranya terdengar tak jauh dari pos jaga.
Sukitman yang penasaran langsung mengayuhkan sepedanya. Mencari sumber suara letupan senjata. Dipikirannya ketika itu, terjadi perampokan di salah satu rumah warga.
"Waktu itu polisi naik sepeda. Sedangkan untuk melakukan patroli, kadang-kadang kami cukup dengan berjalan kaki saja, karena radius yang harus dikuasai adalah sekitar 200 m," kata Sukitman seperti dikutip dari berbagai sumber.
Tak disangka, suara tembakan ternyata berasal dari rumah seorang Jenderal TNI Angkatan Darat, yaitu D.I Panjaitan. Dari cerita Sukitman, di rumah yang terletak di Jalan Sultan Hasanudin itu sudah ramai diduduki pasukan.
Belum sempat mendekat, Sukitman sudah diteriaki oleh seorang tentara. Tanpa banyak cakap, tentara berseragam loreng dan berbaret merah itu mencegat Sukitman.
Sukitman langsung ditodong senjata. "Turun! Lempar senjata dan angkat tangan!" perintah tentara tersebut.
Sukitman pasrah. Dia menurut perintah si tentara. Dengan diancam senjata kiri-kanan, Sukitman langsung diseret dan dilemparkan ke dalam truk.
Tangan dan kakinya juga diikat. Matanya ditutup kain. Namun, indera perasanya tetap bekerja. Sukitman merasa ditempatkan di samping sopir truk.
"Tapi saya tetap masih belum bisa menduga apa yang terjadi," katanya.
Hanya dengan mengandalkan daya ingat, Sukitman berupaya mencari tahu ke mana dirinya akan dibawa. Sukitman berusaha mengingat jalan yang dilaluinya.
Namun, begitu dari Cawang belok ke kanan, Sukitman mulai kehilangan orientasi, dirinya hanya bisa pasrah dan berdoa. "Pokoknya, saya pasrah kepada Tuhan sambil berdoa," katanya.
Jadi Tawanan
Truk pembawa Sukitman akhirnya berhenti. Dia dipaksa turun oleh si tentara. Penutup matanya langsung dibuka. Di sebuah ruangan terang dipakirkan.
"Tentu saja saya jalangjang-jalongjong, karena dari keadaan gelap saya langsung dihadapkan kepada terang," tutur Soekitman.
Pada saat itu, Sukitman mendengar orang bicara "Yani wes dipateni (Yani sudah dibunuh)". Seorang tentara kemudian menghampirinya. Tahu sanderanya seorang polisi, Sukitman kemudian diseret ke dalam tenda.
Tentara tersebut kemudian lapor kepada atasannya, "Pengawal Jenderal Panjaitan ditawan". Sukitman menuturkan, kala itu keadaan remang-remang. Seluruh sudut ruangan tak lepas dari pengamatan Sukitman.
Ada orang yang terlentang dengan banyak darah, ada juga yang duduk di kursi dengan bersimbah darah segar. Seseorang bernama Lettu Dul Arief memerintah tentara yang melapor tadi agar Sukitman ditawan di depan rumah.
Saat hari sudah terang, dari jarak sekitar 10 meter, Sukitman bisa melihat sekelompok orang yang mengerumuni sebuah sumur sambil berteriak, "Ganyang kabir, ganyang kabir!". Tubuh-tubuh manusia kemudian dimasukkan ke dalam sumur tersebut, disusul berondongan peluru dari senjata laras panjang.
Sukitman ketakutan. Ia sempat berpikir setelah ini mungkin dia korban selanjutnya. Ia melihat seorang tawanan yang masih hidup dengan pangkat bintang dua di pundaknya mampir sejenak ke tempatnya ditawan.
"Setelah tutup matanya dibuka dan ikatannya dibebaskan, di bawah todongan senjata, sandera itu dipaksa untuk menandatangani sesuatu. Tapi kelihatannya ia menolak dan memberontak. Orang itu diikat kembali, matanya ditutup lagi, dan diseret dan langsung dilemparkan ke dalam sumur dalam posisi kepala di bawah," ucapnya.
Usai mengeksekusi, para tentara sadis mengangkuti sampah, menutupi sumur tempat memendam para korbannya. Di atas sumur kemudian ditancapkan pohon pisang. Diharapkan dengan cara begitu perbuatan kejam mereka sulit dilacak.
"Setiap habis memberondongkan pelurunya, jika akan membersihkan senjatanya, para pembunuh yang menamakan dirinya sukarelawan dan sukarelawati itu pasti melewati tempat saya ditawan," lanjutnya.
Sukitman bisa melihat jelas siapa saja yang terlibat di peristiwa yang meminta korban nyawa 7 Pahlawan Revolusi. Ia juga sempat melihat Letkol Untung, yang memimpin kejadian kelam dalam sejarah militer di Indonesia.
Salah satu anggota Cakrabirawa menghampiri Soekitman yang masih ketakutan.
"Kamu tidak usah takut. Kita sama-sama prajurit. Beli kaus singlet pun kita tidak bisa. Sementara para jenderal yang menamakan diri Dewan Jenderal, jam dinding di rumahnya saja terbuat dari emas dan mereka akan membunuh Presiden pada tanggal 5 Oktober. Kamu 'kan tahu Tjakrabirawa tugasnya adalah sebagai pengawal dan penjaga Presiden," kata Sukitman mengulangi apa yang diucapkan si anggota Tjakrabirawa tersebut.
Sekitar satu-dua jam kemudian terdengar siaran radio yang mengumumkan siapa yang mendukung G30S akan dinaikkan pangkatnya. Satu tingkat untuk prajurit, sementara yang aktif akan memperoleh kenaikan dua tingkat. Mereka yang merasa terlibat kemudian bersalam-salaman, karena merasa gerakan mereka sukses.
Saat suasana lebih tenang, Sukitman kemudian dipanggil oleh Lettu Dul Arief yang menanyakan di mana senjata milik Sukitman. Sukitman kemudian menceritakan apa yang terjadi ketika ia berada di daerah Kebayoran. Akhirnya senjata tersebut bisa ditemukan dalam keadaan patah.
Merasa Sukitman bukan musuh tapi teman senasib, pada Jumat sore itu Sukitman diajak menuju Halim bersama iring-iringan pasukan.
Sesampainya di Gedung Penas, pasukan diturunkan di lapangan, sementara Sukitman masih bersama Dul Arief. Pada malam harinya orang yang mengawasi tawanan malah mengajak Sukitman untuk mengambil nasi.
Sukitman lantas menanyakan ke mana dirinya akan di bawa. "Ke Lubang Buaya, tempat para jenderal dibunuh," jawab Kopral Iskak.
"Pada waktu itulah saya baru tahu bahwa yang dikatakan 'Ganyang kabir, ganyang kabir!' itu para jenderal," ungkap Soekitman.
Selesai mengambil nasi, mereka segera kembali ke Gedung Penas untuk membagikan kepada para pasukan.
"Ketika kembali menuju Gedung Penas itu saya sempat turun untuk membeli rokok. Saya pikir mendingan saya terus pulang saja," kata Sukitman.
Namun niatan tersebut dilarang oleh Kopral Iskak yang menjadi sopir, dengan alasan dirinya juga pulang ke Tanah Abang. Ternyata Iskak adalah sopir Letkol Untung.
Mencari Lubang Eksekusi
Sukitman akhirnya tertidur dan baru bangun esok harinya. Ketika itu, pasukan semakin banyak dan sudah berganti pakaian.
"Tapi kesempatan untuk melarikan diri sama sekali tidak mungkin."
Karena merasa pusing, Sukitman kemudian masuk ke kolong truk dan berbaring, ia menggunakan helm sebagai ganjal kepala, senjatanya yang patah ia simpan di dekatnya. Kepalanya ia ikat dengan menggunakan scraft yang sebelumnya digunakan oleh para pemberontak. Ia kemudian benar-benar tertidur pulas.
"Meskipun saya mendengar bunyi tembakan gencar, entah mengapa mata saya tidak mau diajak kompromi untuk melek," katanya.
Sore harinya saat ia terbangun, dia mendapati dirinya hanya sendirian. Semua anggota pasukan tidak kelihatan satupun, truk juga masih berjejer. Keadaan yang lengang dirasa sebagai keuntungan untuk Sukitman untuk bisa pergi.
Tiba-tiba datang pasukan tentara yang kemudian diketahui mencari jejak anggota yang terlibat G30S/PKI.
Pasukan itu mengenakan tanda pita putih. "Prinsip saya, kalau pakai pita putih itu PMI. Jadi tidak mungkin menangkap tawanan dan dibunuh," tutur Sukitman.
Karena tidak ada siapa-siapa lagi, Sukitman pun diperiksa. "Tanpa banyak tanya saya segera diberi pita putih dan langsung dibawa ke markas Tjakrabirawa yang terletak di belakang Istana Negara, yang sekarang menjadi Gedung Binagraha," kata Sukitman.
Sukitman menceritakan tentang apa yang dialaminya. Setelah selesai, hal itu disebarkan ke berbagai pihak yang dianggap perlu mengetahuinya.
Minggu pagi, Sukitman dijemput dan dihadapkan kepada Pangdam V Jaya yang waktu itu dijabat oleh Mayjen Umar Wirahadikusumah. Sukitman kemudian dibawa oleh Mayor Mubardi, ajudan Jenderal Ahmad Yani ke Jalan Lembang, Jalan Saharjo, dan ke Cijantung. Di sana Sukitman menghadap Kolonel Sarwo Edhie Wibowo.
Sukitman diminta menunjukkan lokasi pembantaian. Dia dikawal pasukan RPKAD.
"Dari Pasar Hek kami harus jalan kaki dan langsung menyebar," kenangnya.
Sampai di lokasi, pasukan pemberontak masih banyak yang berkeliaran. Mereka diberi ultimatum, jika tidak menyerah akan segera ditembak. Akhirnya RPKAD dapat menguasai keadaan dan bisa menemukan sumur yang digunakan untuk menyembunyikan jenazah para Pahlawan Revolusi itu.
Sejak hari Minggu, pukul 22.00, Sukitman sudah berada di bawah pengawasan Sarwo Edhie. Dirinya dilarang untuk berbicara apa pun kepada orang lain.
"Karena kelelahan saya tertidur dan tidak tahu dibawa ke mana. Tahu-tahu saya sudah sampai di Jalan Merdeka Timur, melapor, dan menghadap Panglima Kostrad Mayjen Soeharto. Kemudian saya dibawa kembali ke Cijantung," kenang Soekitman.
Pada hari Senin, jenazah para Pahlawan Revolusi berhasil diangkat dari sumur dan segera dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat.
Pada hari Rabu, Sukitman baru dipulangkan. Rekan Sukitman, Sutarso berasa mimpi melihat temannya kembali tanpa kurang suatu apa pun.
Saksikan video pilihan berikut ini:
https://ift.tt/2ngqanJ
October 01, 2019 at 07:02AM from Berita Terkini, Kabar Terbaru Hari Ini Indonesia dan Dunia - Liputan6.com https://ift.tt/2ngqanJ
via IFTTT
The PlantWave Device Lets Your Houseplants Play Music - WIRED
The PlantWave Device Lets Your Houseplants Play Music - WIRED
Read More
Sunday, September 29, 2019
Connect to Protect Native Plant Sale - Red and Black
Connect to Protect Native Plant Sale - Red and Black
Read More
Tjakrabirawa, Si Elite Penjaga Presiden Sukarno yang Terseret G30S/PKI
Liputan6.com, Jakarta - Tak ada yang aneh pagi itu, 14 Mei 1962. Sejumlah umat Islam memadati lapangan Istana untuk melaksanakan salat Idul Adha. Ikut pula dalam rombongan jemaah Idul Adha Presiden Sukarno dan sejumlah menteri negara. Khusuk dan tenang.
Di tengah kekhusuan salat, tak dinyana, tiba-tiba: Dor..dor..! rentetan tembakan terdengar dari seorang pria, tepat di arahkan kepada Presiden Sukarno. Beruntung, rentetan tembakan tersebut meleset. Tak satu pun yang mengenai Sukarno. Tembakan justru menyasar Ketua DPR GR Zainul Arifin yang ikut salat Idul Adha.
Dengan gerak cepat, Presiden Sukarno pun diamankan dan meninggalkan kerumunan jemaah salat Idul Adha di Istana.
Komandan Detasemen Kawal Pribadi (DKP) Sukarno, Ajun Komisaris Besar Polisi Mangil Martowidjojo dalam buku "H. Mangil Marto Widjojo: Kesaksian Tentang Sukarno 1945-1967" menyebutkan, penembakan Sukarno di Istana saat Idul Adha sebenarnya sudah diprediksi sebelumnya. Sehari sebelum kegiatan, pihaknya mendapat info akan ada percobaan pembunuhan kepada presiden Sukarno. Dia pun memeriksa agenda Presiden Sukarno. Hasilnya, potensi percobaan pembunuhan sangat mungkin terjadi saat Salat Idul Adha di Istana. Sebab, acara tersebut terbuka dan banyak diikuti orang.
"Pintu istana akan dibuka, semua orang bisa masuk, asal menunjukan undangan. Bentuk undangannya sangat sederhana, distensil hingga memang gampang sekali dipalsukan,” cerita Mangil di buku tersebut.
Bukan kali pertama Sukarno mengalami percobaan pembunuhan. Sang proklamator telah beberapa kali mengalami hal yang sama. Kondisi ini membuat khawatir Menteri Pertahanan dan Keamanan Jenderal Abdul Haris Nasution. Dia pun mengusulkan agar dibentuk resimen khusus untuk mengawal dan menjaga keselamatan presiden dan keluarganya.
Awalnya, Sukarno menolak. Dia beralasan pengawalan dirinya saat itu sudah lebih dari cukup. Detasemen Kawal Pribadi (DKP) yang menjaganya saat itu, dirasa sudah cukup bekerja dengan maksimal.
Namun, Jenderal Nasution tak menyerah. Dia terus membujuk hingga akhirnya Sukarno seteuju dengan p embentukan pasukan khusus pengaman presiden.
Tepat di hari ulang tahun Sukarno ke-61 pada 6 Juni 1962 pasukan pengawal khusus presiden pun dibentuk. Namanya: Tjakrabirawa.
"Pada hari kelahiranku di tahun 1962, dibentuklah pasukan Tjakrabirawa. Satu pasukan khusus dengan kekuatan 3.000 orang yang berasal dari keempat angkatan bersenjata. Tugas pasukan Tjakrabirawa adalah melindungi presiden," kata Soekarno dikutip dari buku Sukarno Penyambung Lidah Rakyat yang ditulis Cindy Adams.
Bukan sembarang pasukan, Tjakrabirawa menjadi pasukan elite saat itu. Personelnya berasal dari empat matra terbaik. Angkatan Darat mengirimkan Batalyon Banteng Raiders, Angkatan Laut mengirim Korps Komando Operasi (KKO), Angkatan Udara mengirim Pasukan Gerak Tjepat (PGT) dan Polisi mengirim Resimen Pelopor. Total pasukan berjumlah 3.000 personel.
Nama Tjakrabhirawa sendiri merupakan pilihan Sukarno. Tjakrabirawa adalah senjata sakti milik tokoh pewayangan Kresna. Semboyannya adalah Dirgayu Satyawira yang artinya pasukan setia berumur panjang.
Pasukan Tjakrabirawa dibagi menjadi 4 Batalyon (I - IV). Batalyon I dan II bertugas di Jakarta dan Batalyon III dan IV menjaga Istana Bogor, Cipanas (Cianjur), Yogyakarta, dan Tampaksiring (Bali).
Sebagai pasukan elite pengawal presiden, Tjakrabirawa mempunyai beragam keistimewaan. Ishak, salah satu mantan pasukan Tjakrabirawa dengan pangkat terakhir sersan satu mengisahkan, bergabung dalam pasukan Tjakrabirawa menjadi dambaan tiap matra TNI saat itu.
Ishak menyatakan, perbedaan pasukan Tjakrabirawa dengan pasukan biasa terlihat dari gaji. Ishak mengaku gajinya saat itu sebagai prajurit dengan pangkat sersan satu adalah Rp 14 ribu sebulan.
"Kalau saya mengawal Presiden Sukarno, kadang bonus yang saya dapat juga Rp 14 ribu. Dari situ saja sudah kelihatan bedanya," ujar Ishak kepada Liputan6.com di Purbalingga pada 4 Oktober 2017 lalu.
Selain bonus-bonus, menurut Ishak, fasilitas anggota Pasukan Tjakrabirawa juga sangat berbeda dengan kesatuan lainnya. Misalnya, secara berkala memperoleh seragam baru dan kaus baru. Bahkan, istri yang baru dinikahinya pun memperoleh jatah biaya sewa rumah jika tak hidup bersama di asrama.
"Istri saya waktu itu kan baru menikah sebulan. Belum saya ajak ke Jakarta. Masih di sini, tinggal di rumah mertua. Itu mendapat jatah biaya sewa rumah," kata dia.
Fasilitas istimewa itu, menurut Ishak, membuat iri pasukan lainnya. Belum lagi, jatah logistik bulanan yang berbeda dengan kesatuan lainnya. "Ya, mungkin (bikin iri)," ucapnya, pendek.
Kunjungan-kunjungan kepresidenan juga memungkinan Ishak dan anggota Tjakrabirawa lainnya menikmati berbagai fasilitas kelas satu hotel berbintang dengan makanan-makanan lezatnya. Sesuatu yang langka pada zaman itu.
Berbanding terbalik dengan fasilitas yang diperolehnya, kesatuan-kesatuan ABRI -sebutan TNI- lainnya amat memprihatinkan. Sepatu misalnya, kata Ishak, bisa jadi hanya punya sepasang. Begitu pula seragam, yang tak mesti tiap tahun ganti.
Maklum, kala itu kondisi ekonomi Indonesia memang buruk. Itu menyebabkan negara tak mampu memberikan jaminan hidup yang layak untuk para tentara. "Jadinya sering bentrok. Bentroknya nggak seperti jaman sekarang. Dulu beneran tembak-tembakan. Nggak satu dua orang, bisa satu unit itu," tutur Ishak.
Dikutip dari merdeka.com, Sukarno mengaku puas dengan kinerja pasukan Tjakrabirawa. Meski untuk itu dia harus meninggalkan kebiasaannya blusukan ke tempat-tempat umum tanpa pengawalan.
"Kalau aku kunjungan kenegaraan, Tjakrabirawa menempatkan orangnya di seberang jendela tempatku menginap. Bahkan ketika aku sedang berada di istana, dua orang senantiasa berada di dekatku. Satu kompi menjaga di sekeliling istana, yang lain berjaga-jaga di luar kota," kata Sukarno.
Terseret G30S dan Dibubarkan
Dalam sejarahnya, resimen ini dipimpin oleh ajudan senior presiden, yakni Kolonel Sabur. Dia menjadi komandan pertama Resimen Tjakrabirawa setelah pangkatnya dinaikkan menjadi brigadir jenderal. Sementara Kolonel Maulwi Saelan menjadi wakilnya.
Maulwi Saelan mengisahkan, sosok Sukarno sangat dekat dengan para pengawalnya. Soekarno hapal dengan anggota Tjakrabirawa yang biasa bertugas di sampingnya. Sukarno juga penuh kejutan. Hubungan dengan para pengawal sangat cair dan dekat.
Saelan mencotohkan saat pengawalan ke Italia. Saat itu rombongan sedang melintas di sebuah pantai. Tiba-tiba Sukarno secara mendadak memerintahkan seluruh rombongan berhenti.
"Ternyata Bung Karno ingin makan es krim di sebuah restoran. Maka kita semua berhenti untuk makan es krim. Semua duduk bersama di satu meja. Semua ramai menyambut Bung Karno. Ada yang bilang kalau Bung Karno ikut Pemilu di Italia pasti menang," kenang Saelan.
Sayangnya, tak seperti harapan Sukarno, Tjakrabirawa ternyata tak berumur panjang. Keterlibatan pasukan ini dengan gerakan 30 September (G30S) dengan menculik sejumlah jenderal, membuat satuan elite ini hanya seumur jagung.
Adalah Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan Letkol Untung Syamsuri. Dia membawa sebagian pasukan Tjakrabirawa yang menjadi anakbuahnya terlihat dalam gerakan 30 September.
Seperti dikutip dari Merdeka.com, Petrik Matanasi, penulis buku, "Tjakrabirawa" menyatakan, Untung memanfaatkan hari ulang tahun ABRI yang jatuh pada 5 Oktober untuk menggalang kekuatan pada 30 September 1965. Dalam peringatan HUT ABRI, dia ditunjuk sebagai pengatur parade pasukan. Posisi ini membuat dia punya kesempatan mengontak bekas anak buahnya di Kodam Diponegoro.
Untung mendengar selentingan isu akan adanya aksi dewan jenderal oleh sejumlah jenderal yang tidak loyal pada presiden dan merencanakan kudeta pada 5 Oktober.
Pasukan G30S dibagi dalam tiga kelompok yakni Pasopati, Bimasakti dan Pringgodani dan dipimpin perwira dari Tjakrabirawa, anak buah Untung.
Pasopati dalam penculikan membunuh langsung tujuh Jenderal AD yang akan diculik. Sebelumnya ada 8 Jenderal yang akan diculik. Namun satu nama, Brigadir Jenderal Ahmad Soekendro karena sedang melawat ke China. Satuan Pasopati terdiri dari 250 anggota Tjakrabirawa.
Namun menurut Petrik, ada masalah kecil yang datang saat itu. Pasukan elit dari Pasukan Gerak Tjepat ternyata tak ada. Jumlah semula yang 1.150 orang menyusut menjadi 900 orang saja. Akhirnya untuk menculik para Jenderal itu tersedia 130 hingga 140 prajurit yang akan terlibat dalam penculikan.
Tepat 1 Oktober 1965 dini hari, rombongan pasukan ini pun berarak membelah Jakarta. Mereka menuju Menteng, dimana rumah para jenderal berada. Sebagian lagi ke Kebayoran Baru, rumah Jenderal DI Panjaitan.
Dan, revolusi berdarah pun berlangsung dinihari ini. Sekaligus menjadi titik kelam perjalanan pasukan Tjakrabirawa sebelum akhirnya dibubarkan 28 Maret 1966.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
https://ift.tt/2mU0e1a
September 30, 2019 at 07:33AM from Berita Terkini, Kabar Terbaru Hari Ini Indonesia dan Dunia - Liputan6.com https://ift.tt/2mU0e1a
via IFTTT
Harga Emas Diprediksi Mendatar pada Pekan Ini
Liputan6.com, Jakarta - Harga emas diperkirakan akan bergerak stabil dengan kecenderungan menguat pada perdagangan pekan ini.
Mengutip Kitco, Senin (30/9/2019), sebanyak 50 persen profesional pasar komoditas memperkirakan bahwa harga emas akan stabil atau sideway pada pekan ini.
Sedangkan 31 persen memperkirakan bahwa harga emas akan lebih tinggi. Sisanya sebesar 19 persen memperkirakan harga emas akan tertekan.
Sementara, berdasarkan survei online Kitco, dari 855 responden yang mengambil bagian dalam jajak pendapat tersebut, sebanyak 479 responden atau 57 persen menyatakan harga emas akan naik.
Sedangkan sebanyak 222 responden atau 26 persen menyatakan harga emas akan jatuh. Sisanya atau 154 responden atau 18 persen menyatakan bahwa harga emas akan mendatar.
Meskipun dalam survei tersebut sebagian besar investor menyatakan bahwa harga emas akan bullish, tetapi bisa saja harga emas akan mengalami tekanan.
Direktur Pelaksana RBC Wealth Management George Gero melihat potensi perburuan murah pada pekan ini. Namun, ia menambahkan bahwa dolar AS yang kuat terus menjadi penghalang utama untuk emas dan yang mungkin tidak berubah dalam waktu dekat.
"Dunia membutuhkan tempat yang aman dan sekarang ini adalah dolar AS," katanya. "Tetapi karena imbal hasil obligasi sangat rendah, banyak investor melihat emas sebagai safe-haven utama." tambah dia.
Nabung Emas Digital, Apa Untungnya?
Saat ini, berinvestasi tengah menjadi tren terutama di kalangan muda, terutama pada komoditi emas. Menurut riset pemasaran Inside ID, 50 persen responden memilih emas sebagai pilihan simpanan mereka karena dinilai aman.
Namun, mereka yang tak ada waktu bolak-balik toko emas konvensional dapat mencoba alternatif menabung emas digital, seperti layanan yang diluncurkan MasDuit.
CEO PT Aurum Digital Internusa selaku pengagas aplikasi MasDuit, Bony Hudi, menyatakan jika transaksi emas digital MasDuit dapat dijamin keamanan dan keasliannya, terutama karena adanya integrasi vertikal ke PT Hartadinata Abadi selaku pencetak logam mulia yang terdaftar di OJK.
"Induk usaha kami, yang mencetak emasnya, mematuhi peraturan OJK, jadi kami nggak bisa macam-macam. Tiap emas yang diproduksi ada hologram keasliannya. Dan, aplikasi kami sudah dapat ijin komersial dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), jadi aman," ujar Bony di Jakarta, Kamis (19/09/2019).
Selain menghemat waktu dan aman, menabung emas digital juga sangat prospektif. Emas terlindungi dari inflasi dan harganya cenderung naik dalam jangka panjang, sehingga cocok untuk tabungan masa depan seperti membeli rumah atau biaya pendidikan.
Di MasDuit, terdapat opsi cetak dan transfer emas. Layanan ini diperuntukan bagi konsumen yang ingin menyimpan emas dalam bentuk fisik atau mengirimkan tabungan emas ke keluarga dan kerabat. Selain itu, jika butuh uang cepat, konsumen juga bisa menjual emas langsung di platform aplikasi MasDuit.
"Aplikasi MasDuit sederhananya memindahkan transaksi konvesional yang lama, melelahkan, ke dalam satu platform digital dimana semua orang bisa jual, beli, transfer hingga monitor harga emas langsung dari aplikasi," ungkap Bony.
MasDuit diciptakan tahun 2018. Dengan berbagai pengembangan, Bony berharap aplikasi ini bisa mencetak 500 ribu unduh di Play Store dan App Store dengan pengguna aktif sebesar 30 persen.
"Di tahun 2020, kami ingin menjangkau setidaknya satu juta orang untuk menabung emas digital di MasDuit," tutupnya.
https://ift.tt/2m8WPet
September 30, 2019 at 07:31AM from Berita Terkini, Kabar Terbaru Hari Ini Indonesia dan Dunia - Liputan6.com https://ift.tt/2m8WPet
via IFTTT